Hari ini tepat tanggal 1 Mei 2013 yang merupakan Hari Buruh se-Dunia atau yang lebih dikenal dengan May Day. Hampir di setiap tanggal ini, para buruh di seluruh Indonesia, bahkan mungkin di seantero dunia, beraspirasi menyatakan setiap isu-isu yang dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para buruh.
Akan tetapi adanya aksi peringatan hari buruh ini seringkali dianggap oleh masyarakat sebagai suatu ancaman yang menakutkan. Betapa tidak, ketakutan masyarakat ini jelas karena seringnya aksi demonstarsi yang dilakukan disertai dengan tindakan anarkis bahkan menjurus brutal.
Para buruh yang beraspirasi tersebut menginginkan masalah nasibnya dapat segera dicari jalan keluarnya dan diselesaikan dengan secara bijaksana. Salah satunya yakni masalah gaji. Tapi dirasa isu yang dilontarkan setiap May Day adalah mengenai gaji, gaji, gaji dan gaji (teu bosen kitu?).
Gaji yang diterima (ceunah) tidak sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR), seringkali dikeluhkan oleh para buruh dan mereka pun tak segan menuntut kebijakan gaji tersebut dengan cara menggelar demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan para buruh terkadang tidak mengenal waktu dan tempat. kadang dalam melakukan aksinya seringkali menimbulkan kemacetan bagi pengguna jalan, bahkan terkadang pula demonstrasi tersebut menimbulkan gesekan antara buruh dengan aparat keamanan.
Sejatinya, kaum buruh juga harus melihat profesi lain yang jauh lebih rendah gajinya dari mereka. Namun, mereka adem ayem saja tidak pernah melaksanakan demonstrasi, sampai mengerahkan massa berjumlah ribuan bahkan puluhan ribu. Berbeda dengan buruh yang punya agenda rutin yakni tanggal 1 Mei, buang-buang energi sebenarnya, da pamarentah ge moal kat ngalakon langsung naekeun gaji buruh.
Guru Honorer, kadang ada yang mendapatkan gaji Rp. 50.000,- s.d. Rp 100.000,- per bulannya. Bandingkan dengan buruh yang minimal UMR nya mencapai Rp. 600.000,- s.d Rp. 700.000,-. Guru honorer tak pernah melakukan demonstrasi untuk menuntut penyetaraan upah per bulannya. Padahal jika kita kaji, guru honorer pun memang berhak untuk mendapatkan penyetaraan gaji dengan guru Pegawai Negeri Sipil. Bahkan ada guru honorer yang beban mengajarnya melebihi beban mengajar guru PNS itu sendiri. Jadi memang layak sekali guru honorer untuk disetarakan gaji nya per bulan, minimal disetarakan dengan UMR di kota/kabupatennya masing-masing.
Oleh karena itu, harusnya hari buruh ini kita mereka sikapi dengan arif, dengan penuh kekerabatan, dengan penuh kekeluargaan tanpa perlu aksi anarkis.
Memang gaji itu merupakan rizki dari Tuhan yang diberikan untuk kita sesuai dengan keahliannya masing-masing. Maka, terimalah gaji kita yang sudah ditetapkan Tuhan untuk kita, syukuri dan berqonaahlah. Kemudian jika kita memiliki keahlian yang lain selain bekerja menjadi buruh, maka tidak ada salahnya melakukan pekerjaan dengan berwiraswasta, karena dengan wiraswasta akan dapat memupuk kemandirian dan sudah pasti akan lebih sejahtera dalam menjalani kehidupan. Amin
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar