Kamis, 20 Februari 2014

ROBOCOP (Sinopsis dan Riview)

RoboCop 2014 merupakan remake dari film-film RoboCop sebelumnya, yakni pada tahun 1987 (HI baru lahir, hehehe), 1990, dan 1993. Ketika dirilis pada tahun 1987, RoboCop yang disutradarai oleh Paul Verhoeven tidak hanya mampu mencuri perhatian para penikmat film dunia karena keberhasilan Verhoeven mewujudkan imajinasinya mengenai kehidupan di masa yang akan datang. Lebih dari itu, sama seperti film-film arahan Verhoeven lainnya, RoboCop hadir dengan deretan adegan bernuansa kekerasan yang kental namun mampu diselimuti dengan naskah cerita yang begitu cerdas dalam memberikan satir tajam mengenai kehidupan sosial masyarakat dunia di saat tersebut. Secara garis besar, RoboCop 2014 alur ceritanya masih sama, yaitu tentang seorang polisi bernama Alex Murphy yang diubah menjadi polisi super setengah robot setelah hampir meninggal dunia.

Dengan deretan kesuksesan tersebut, jelas tidak mengherankan jika Hollywood – yang tidak akan pernah melepaskan kesempatan untuk melakukan remake, reboot atau sekuel dari film-film terpopularnya – kini berusaha untuk mengulangi keberhasilannya. Versi terbaru dari RoboCop sendiri ditangani oleh José Padilha (Elite Squad, 2007) dengan naskah cerita yang disusun oleh Joshua Zetumer. Versi modern dari RoboCop jelas terasa sebagai sebuah versi penceritaan yang lebih ringan dimana naskah ceritanya banyak melepaskan bagian-bagian bernuansa kekerasan dan kandungan satir sosial politik dari dalam jalan ceritanya. Bukan berarti RoboCop dibawah arahan Padilha hadir dengan kualitas yang buruk. Padilha dengan jeli memanfaatkan perkembangan zaman untuk memberikan tampilan lebih berteknologi tinggi bagi RoboCop-nya sekaligus mampu mengeksekusi dengan baik naskah cerita racikan Zetumer yang secara cerdas mengeksplorasi karakter-karakter yang ada di dalam jalan cerita RoboCop untuk menghasilkan sebuah presentasi cerita yang cukup berkelas.

Film diawali dengan berlatar belakang di tahun 2028. Bagian awal film ini menyuguhkan aksi para robot yang sedang mengidentifikasi warga (entah Iran ataukah Afganistan, HI tak tahu karena tidak dijelaskan). Yang membuat heran adalah, robot-robot tersebut dengan fasih mampu mengucapkan kalimah salam "Assalamu'alaikum". Dari sini, HI sudah mampu menebak bahwa akan ada adegan bom bunuh diri atau sejenisnya oleh warga yang diidentifikasi tersebut. Dan benar saja, tak lama kemudian, ada beberapa pemuda yang berrompi bom, menyerang robot-robot tersebut. (kunaon se ai Amerika, sok aya we nyelipkeun nu kararieu? mendiskreditkan wae umat Islam ah, HERAN).

Robot-robot tersebut buatan perusahaan OmniCorp (HI asa pernah nguping nami ieu teh, dina film naon teh, hilap deui) pimpinan Raymond Sellars (Michael Keaton) yang berpusat di kota Detroit. OmniCorp adalah sebuah perusahaan yang sukses untuk memproduksi robot-robot yang kemudian digunakan oleh pasukan militer Amerika Serikat sebagai senjata pertahanan mereka di luar negeri. Sayang, sebuah aturan bernama Dreyfus Act justru melarang penggunaan robot-robot militer tersebut di dalam negeri untuk menghindari jatuhnya korban tidak bersalah dari kalangan sipil mengingat robot tidak memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan kembali setiap tindakannya (teu boga rarasaan robot mah, hehehe). Sadar bahwa Amerika Serikat adalah sebuah pasar yang dapat mendatangkan keuntungan besar, Raymond lantas menugaskan Dr. Dennett Norton (Gary Oldman) untuk merancang sebuah produk yang dapat menyatukan kekuatan tangguh para robot yang memiliki hati nurani, perasaan layaknya manusia. 

Kesempatan itu kemudian datang ketika seorang polisi bernama Alex Murphy (Joel Kinnaman) sedang berada dalam kondisi kritis, tubuhnya hampir hancur akibat serangan yang dilakukan oleh seorang penjahat yang sedang diburunya. Atas izin istrinya, Clara (Abbie Cornish), beberapa organ tubuh Alex yang masih dapat berfungsi kemudian ditempatkan ke dalam struktur tubuh robot yang sekaligus memberikan kesempatan bagi Alex untuk dapat merasakan kehidupan kembali. Siuman, Alex jelas merasa tidak nyaman dengan tubuh robotnya yang baru. Alex sempat kabur keluar gedung pembuatan robot-robot OmniCorp. Nah, pada saat adegan kabur ini, HI sedikit heran dengan warna baju yang dipakai oleh pekerja pabrik robot OmniCorp, ko warna merah jambu (pink) yah? Unyu-unyu gimana gituh, hihihi. Juga kita akan tahu bahwa pabrik OmniCorp terletak di tengah sawah. Ning Amerika oge boga sawah nya, hihihih. Namun, setelah menyadari apa manfaat tubuh robot tersebut bagi dirinya, Alex secara perlahan mulai menerima kenyataan tersebut dan bahkan memanfaatkannya sebagai sarana untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang polisi. 

Pada adegan pengenalan Alex terhadap tubuh barunya, HI sedikit mengernyitkan dahi ketika dilihatkan kepingan tubuh yang tersisa dari Alex hanya terdiri dari kepala (itu juga otaknya kelihatan jelas), jantung, dan telapak tangan saja. (meni kaciri eta enyut-enyutana jantung, hiihhh...). Di awal Alex menjadi RoboCop, dia berwarna silver. Namun, karena dianggap kurang sangar menurut ahli taktik OmniCorp, maka RoboCop dilabur menjadi warna hitam.

Pet Novak (Samuel L. Jackson)
Meskipun tidak lagi memberikan tekanan yang kuat pada satir sosial politik dalam jalan ceritanya, naskah cerita yang digarap oleh Joshua Zetumer masih mampu hadir dengan kualitas penceritaan yang kuat berkat dedikasi Zetumer untuk memberikan plot penceritaan yang lebih intim kepada karakter Alex Murphy. Lebih dramatis dan humanis, Zetumer memanfaatkan dua pertiga bagian penceritaan RoboCop untuk mengulas secara mendalam berbagai konflik moral dalam pengubahan seorang sosok manusia dan pemanfaatannya sebagai sebuah produk sekaligus mendalami bagaimana sisi kemanusiannya mampu terus berjuang dan muncul meskipun telah berkali-kali dimodifikasi melalui kekuatan teknologi. RoboCop 2014 juga sering diselipi potongan-potongan berita yang menampilkan Samuel L. Jackson sebagai pembawa berita bernama Pat Novak menjadi tumpuan utama bagian penceritaan tersebut. Jadi, di RoboCop 2014, jangan mengharapkan ada banyak pertempuran dengan seluruh kecanggihan yang dimiliki oleh RoboCop. Juga, jangan berharap, RoboCop ini layaknya robot pada umumnya. RoboCop ini lebih memiliki perasaan dan hati dalam bertindak (enya da otak robotna ge tina jelema pan, hehehe).

Naskah cerita Zetumer sepertinya ingin menyisakan berbagai plot penceritaan yang berhubungan dengan adegan aksi untuk disajikan pada bagian ketiga penceritaan. Disinilah letak kelemahan RoboCop. Plot penceritaan yang sedari awal berjalan dengan ritme perlahan mendadak kemudian bergerak secara terburu-buru dengan menghadirkan kisah usaha karakter Alex Murphy dalam menyelesaikan kasus pembunuhannya. Bukan sebuah langkah yang benar-benar buruk, namun dengan keterburu-buruan tersebut, berbagai aksi yang dilakukan karakter Alex Murphy terkesan kurang meyakinkan. Sebuah plot twist yang disajikan di akhir penceritaan juga menjadi hampa kehadirannya akibat eksekusi yang terburu-buru ini. Masih cukup menghibur. Namun jika dibandingkan dengan dua pertiga penceritaan awal RoboCop yang tersusun dengan begitu rapi, sepertiga penceritaan akhir dari film ini terkesan begitu berantakan.

Sepertiga akhir cerita ini, mengungkapkan siapa dalang percobaan pembunuhan terhadap Alex. Juga, siapa saja yang terlibat dalam usaha pembunuhan tersebut. Juga, terungkap siapa saja yang melindungi mereka supaya tidak dapat ditankap oleh Polisi. Dan, Anda pasti akan terkejut dengan terlibatnya kepala kepolisian Detroit yang seorang perempuan dalam kasus usaha pembunuhan Alex ini. Jadi teu dimana, teu dimana, nu ngarana beking-membekingi ku Polisi, pasti aya wae, termasuk di negara sekelas Amerika.

Berbicara mengenai penampilan para aktor, Joel Kinnaman hadir dengan kharisma yang begitu kuat sebagai sang karakter utama. Kinnaman juga mampu menerjemahkan perjuangan karakter Alex Murphy dalam mempertahankan sisi humanisnya dengan sangat baik. Begitu pula dengan chemistry yang ia jalin dengan para pendampingnya, khususnya dengan Gary Oldman dan Abbie Cornish. Berbicara mengenai Oldman, penampilannya sebagai Dr. Dennett Norton benar-benar mampu mencuri perhatian. Begitu kuat dan sangat meyakinkan. Meskipun terlihat ada beberapa masalah dalam penggalian beberapa karakter pendukung – yang beberapa diantaranya tampak hadir dengan ruang penceritaan yang cukup, namun para pemeran pendukung seperti Michael Keaton, Jennifer Ehle, Jackie Earle Haley, Jay Baruchel, Samuel L. Jackson dan Michael K. Williams hadir dengan kapasitas akting yang sangat memuaskan.

Terlepas dari lemahnya paruh ketiga penceritaan dan pengurangan adegan bernuansa kekerasan serta satir sosial politik yang dahulu membuat RoboCop arahan Paul Verhoven menjadi begitu berkesan, versi modern dari RoboCop arahan José Padilha tetap mampu menjadi sebuah sajian yang cukup berkualitas. Naskah arahan Joshua Zetumer yang menggali lebih dalam mengenai karakter Alex Murphy terbukti mampu membuat kehadiran RoboCop menjadi terasa lebih personal dan humanis. Keputusan Padilha untuk memberikan sentuhan futuristik yang lebih kuat pada kualitas tata produksi filmnya juga terbukti berhasil menjadikan kehadiran RoboCop terasa lebih segar, khususnya bagi para penonton yang berasal dari generasi yang jauh lebih muda. Ditambah dengan dukungan akting kuat dari para jajaran pemerannya, RoboCop adalah sebuah remake yang mungkin masih jauh dari kesan sempurna namun tetap mampu hadir kuat dalam presentasinya.

RoboCop (Action | Crime | Sci-Fi, 2014)
Directed by José Padilha Produced by Marc Abraham, Eric Neman, Brad Fischer Written by Joshua Zetumer (screenplay), Edward Neumeier, Michael Miner (characters) Starring  Joel Kinnaman, Gary Oldman, Michael Keaton, Samuel L. Jackson, Abbie Cornish, Jackie Earle Haley, Michael K. Williams, Jennifer Ehle, Jay Baruchel, Aimee Garcia, John Paul Ruttan, Patrick Garrow, Marianne Jean-Baptiste, Douglas Urbanski, Zach Grenier Music by Pedro Bromfman Cinematography by Lula Carvalho Editing by Peter McNulty, Daniel Rezende Studio Metro-Goldwyn-Mayer Pictures/Columbia Pictures/Strike Entertainment Running time 118 minutes Country United States Language English.

*disadur dari berbagai sumber

1 komentar: